KARAKTERISTIK TUNA DAKSA
1. Karakteristik
Akademik
Pada umumnya tingkat kecerdasan
anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem otot dan rangka adalah
normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan anak normal, sedangkan
anak tunadkasa yang mengalami kelainan pada sistem celebral, tingkat
kecerdasannya berentang mulai dari tingkat idiocy sampai dengan gifted.
Selain tingkat kecerdasan yang
bervariasi anak CP juga mengalami kelainan persepsi, kognisi, dan simbolisasi.
Kelainan persepsi terjadi karena saraf penghubung dan jaringan saraf ke otak
mengalami kerusakan sehingga proses persepsi yang dimulai dari stimulus
merangsang alat maka diteruskan ke otak oleh saraf sensoris, kemudian ke otak
(yang bertugas menerima dan menafsirkan, serta menganalisis) mengalami
gangguan. Kemampuan kognisi terbatas karena adanya kerusakan otak sehingga
mengganggu fungsi kecerdasan, penglihatan, pendengaran, bicara, rabaan, dan
bahasa, serta akhirnya anak tersebut tidak dapat mengadakan interaksi dengan
lingkungannya yang terjadi terus menerus melalui persepsi dengan menggunakan
media sensori (indera). Gangguan pada simbolisasi disebabkan oleh adanya
kesulitan dalam menerjemahkan apa yang didengar dan dilihat. Kelainan yang
kompleks ini akan mempengaruhi prestasi akademiknya.
2. Karakteristik
Sosial / Emosional
Karakteristik sosial / emosional
anak tunadaksa bermula dari konsep diri anak yang merasa dirinya cacat, tidak
berguna, dan menjadi beban orang lain yang mengakibatkan mereka malas belajar,
bermain dan perilaku salah lainnya. Kehadiran anak cacat yang tidak diterima
orangtuanya dan disingkirkan dari masyarakat akan merusak perkembangan pribadi
anak. Kegiatan jasmani yang tidak dapat dilakukan oleh anak tunadaksa dapat
menimbulkan problem emosi, seperti mudah tersinggung, mudah marah, rendah diri,
kurang dapat bergaul, pemalu, menyendiri, dan frustasi.
3. Karakteristik
Fisik / Kesehatan
Karakteristik ini biasanya selain
mengalami cacat tubuh adalah cenderung mengalami gangguan lain, seperti
sakitgigi, berkurangnya daya pendegaran, penglihatan, gangguan bicara, dll. Kelainan
tambahan itu banyak ditemukan pada anak tunadaksa sistem cerebral. Gangguan
bicara disebabkan oleh kelainan motorik alat bicara, seperti lidah, bibir, dan
rahang sehingga mengganggu pembentukan artikulasi yang benar. Akibatnya,
bicaranya tidak dapat dipahami oleh orang lain dan diucapkan dengan susah
payah. Mereka juga mengalami aphasia sensoris, artinya ketidakmampuan bicara
karena organ reseptor anak terganggu fungsinya, dan aphasia motorik, yaitu kemampuan
menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya melalui indera pendengaran,
tetapi tidak dapat mengemukakannya lagi secara lisan. Anak CP mengalami
kerusakan pada pyramidal tract dan extrapyramidal yang berfungsi mengatur
sistem motorik. Tidak heran mereka mengalami kekakuan, gagguan keseimbangan,
gerakan tidak dapat dikendalikan, dan susah berpindah tempat. Dilihat dari
aktivitas motorik, intensitas gangguannya dikelompokkan atas hipoaktif yang menunjukan sikap pendiam, gerakan
lamban, dan kurang merespon rangsangan yang diberikan, dan tidak ada koordinasi
seperti waktu berjalan kaku, sulit melakukan kegiatan yang membutuhkan
integrasi gerak yang lebih halus, seperti menulis, menggambar, dan menari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar